18 Jan 2016

TANIA SAYANG PAPA



Kelas sepi. Murid-murid kelas 3 SD Sejahtera IV sudah pulang. Tania tinggal sendirian saja di kelas itu. Besok  libur sekolah di mulai. Namun Tania tampak lesu. Tak ada kegembiraan sedikit pun di wajahnya. teman-temanya telah mempunyai rencana berlibur dengan orang tua mereka. Marta diajak orang tua untuk menghabiskan liburan ke Disneyland Hongkong. Wawan, ke Bandung mengunjungi neneknya. Santi, ke Bali. Ratna, menghabiskan liburan ke rumah pamannya di Medan. Wah, sahabat-sahabat Tania sudah punya rencana liburan yang menyenangkan. Sedangkan dirinya hanya di rumah saja selama satu minggu. Pekerjaan papa Tania, sebagai seorang dokter bedah, membuatnya sulit untuk mengambil cuti. Sehingga jarang ada waktu untuk menemani putri kecilnya berlibur. Tak jauh berbeda dengan mama Tania, seorang pengusaha tapis – kerajinan khas Lampung - , membuatnya selalu sibuk. Terkadang tidak memiliki waktu untuk mendampingi Tania, bidadari kecilnya. Waktunya lebih banyak dihabiskan di kantor.
Tania berharap bisa merasakan liburan dengan papa dan mama seperti sahabat-sahabatnya. Tania berjalan pulang dengan langkah gontai dan wajah cemberut. Sekolah Tania berdekatan dengan rumah, sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Papa Tania ingin membiasakan putri kecilnya menjadi seorang anak yang mandiri. Meskipun kehidupan mereka serba berkecukupan. Tania tidak dimanjakan dengan kemewahan.
Sesampai di rumah, Tania disambut oleh mbok Iyem. Asisten rumah tangga yang telah bekerja pada keluarga Tania sejak ia berusia tiga tahun. Mbok Iyem yang selalu menemani Tania di rumah sampai orang tuanya pulang kerja. Mbok Iyem selalu sabar menghadapi Tania yang terkadang timbul sifat manjanya. Namun tak pernah sedikit pun mbok Iyem mengeluh menghadapi tingkah laku majikan kecilnya tersebut. Mbok Iyem mengurus Tania seperti putrinya sendiri. Mbok Iyem teringat dengan anak dan suaminya yang meninggal beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan. Sejak itu, mbok Iyem hidup sebatang kara. Beruntung, wanita setengah baya itu bertemu dengan keluarga kaya yang baik hati. Mereka memperlakukan mbok Iyem layaknya bagian dari keluarga tersebut.
“Mbooook !!!” terdengar teriakan Tania yang membuyarkan lamunan mbok Iyem.
“Ada apa,non? “ jawab mbok Iyem dengan tergopoh-gopoh menghampiri Tania yang terlihat sedang kesal. Nampak dari raut wajahnya yang muram.
“Tania lapar, mbok!” Jawab Tania singkat.
Dengan sigap mbok Iyem menyiapkan makan siang.
“Silakan makan,non.”
Tania makan masih dengan wajah cemberut. Mbok Iyem yakin majikan kecilnya itu sedang menghadapi masalah.
“Non, lagi kesal ya? Mbok perhatikan dari tadi cemberut aja” ujar mbok Iyem berusaha mencari tahu apa yang membuat Tania kesal.
Tania tidak menjawab pertanyaan tersebut. Mbok Iyem pun terdiam. Ia tahu Tania sedang kesal dan belum mau bercerita. Tidak ada guna memaksa Tania untuk bercerita. Hal tersebut justru akan membuatnya semakin kesal. “Nanti juga cerita sendiri” gumam mbok Iyem dalam hati. Sudah menjadi kebiasaan Tania, kalau sedang kesal, akan diam seribu bahasa. Namun jika sudah berkurang rasa kesalnya, ia pun akan bercerita kepada mbok Iyem. Mbok Iyem akan mendengarkan dengan baik dan berusaha menenangkan hati Tania. Tania sangat menyayangi mbok Iyem. Mbok Iyem adalah sahabat terbaiknya.  
Tania meninggalkan meja makan dengan langkah malas. Tania beranjak ke kamar. Hatinya masih kesal. Selain mbok Iyem, Tania memiliki satu lagi sahabat terbaik. Tempat Tania menumpahkan perasaan senang, sedih maupun jengkel. Pinky, sebuah buku harian berwarna merah muda. Kado ulang tahun dari mama.

Pinky,
“Hari ini aku sedang kesal. Aku iri dengan teman-teman di sekolah. Di sela-sela kesibukannya, orang tua mereka masih menyempatkan waktu untuk berlibur bersama. Sedangkan aku? Setiap libur tiba, selalu saja di rumah. Papa dan mama sibuk! Aku ingin sesekali bisa menikmati liburan dengan papa dan mama walau hanya sebentar saja.”
Tania mengakhiri tulisannya. Air mata tak terbendung di pelupuk matanya. Buliran air hangat mengalir di pipi mungil Tania. Hatinya sedih sekali. Tak lama kemudian Tania tertidur karena kelelahan menangis.
Tania masih tertidur saat, mamanya pulang. Mbok Iyem telah menceritakan sikap aneh Tania sejak pulang sekolah siang tadi.
“Tok … tok … tok …” mama mengetuk pintu kamar Tania.
Tak ada sahutan dari dalam kamar. Mama pun mencoba membuka pintu, ternyata tidak terkunci. Mama melangkah pelan memasuki kamar Tania. Suasana hening. Mama terkejut mendapati putri kecilnya tertidur dengan kepala tertelungkup di atas meja belajar. Lembaran buku harian Tania masih terbuka. Mama meraih buku harian tersebut dengan hati-hati agar tidak membangunkan Tania.
Ada sorot kesedihan di wajah mama setelah membaca buku harian Tania. Mama tersadar bahwa selama ini terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga tidak punya waktu yang cukup untuk berkumpul bersama Tania. Mama meletakkan kembali buku harian tersebut.
“Tania sayang, bangun nak” mama membangunkan Tania dengan lembut.
“Mama udah pulang?” ujar Tania dengan wajah ceria. Tidak terlihat kalau baru saja ia terbangun dari tidurnya yang lelap.
Malam itu, papa Tania pulang kerja lebih cepat dari biasanya. Sehingga mereka bisa makan malam bersama. Ketiga anggota tersebut menikmati makan malam sambil berbincang santai. Tania sangat merindukan saat-saat seperti ini. Tampak raut sukacita di wajah cantik Tania. Setelah selesai makan makan. Tak di duga, papa mengajak Tania untuk berlibur ke pulau Belitung. Sudah lama Tania ingin mengunjungi tempat wisata tersebut. Tania sangat menyukai pantai. Sungguh seru rasanya bisa menyapa dan bermain dengan bintang laut.
“Bener pa? Kita mau liburan?” tanya Tania dengan sedikit ragu bercampur senang.
“Iya, nak” jawab papa mantap, berusaha menyakinkan Tania.
“HOREEE … “ teriak Tania ceria. Gadis kecil tersebut merasa gembira. Sudah terbayangkan liburan tersebut akan terasa menyenangkan.
“Kita akan berangkat hari Selasa. Setelah papa menyelesaikan pekerjaan papa di rumah sakit ya” kata papa.
“Oke,pa” jawab Tania dengan nada riang.
Malam itu, Tania tertidur dengan sangat pulas dan bermimpi tentang liburannya.
Keesokan hari, Tania mulai sibuk menyiapkan perlengkapan yang akan dibawa. Tak ketinggalan kamera saku. Tania tidak mau melewatkan momen indah. Tak sabar rasanya menunggu datangnya hari Selasa. Wajah muram Tania berubah menjadi wajah gembira. Mbok Iyem senang melihat keceriaan Tania.

Selasa pagi …
Hari yang telah dinantikan Tania pun tiba. Hari ini mereka akan berangkat. Papa telah memesan tiket pesawat. Dijadwalkan mereka akan berangkat pukul 10.00 WIB dari bandara Radin Intan II.
Sebelum berangkat, mama mengecek kembali barang-barang yang akan diperlukan pada saat berlibur nanti. Mbok Iyem membantu mang Udin menaikkan tas bagasi mobil. Tak henti-hentinya, Tania bersenandung riang. Mama tersenyum melihat tingkah lucu putri kecilnya tersebut. Mobil pun melaju menuju bandara.
Dalam perjalanan, telepon genggam papa berdering. Sayup-sayup terdengar percakapan papa dengan seseorang di seberang sana. Sepertinya dari rumah sakit. Raut wajah papa berubah menjadi tegang. Tania menangkap sesuatu kesan yang tidak baik.
Papa mengakhiri percakapan di telepon.
“Papa minta maaf tidak bisa ikut, nak. Baru saja papa menerima kabar ada pasien yang harus dioperasi. Kondisinya sedang kritis. Mungkin lain kali kita bisa mengatur kembali jadwal liburannya” kata papa dengan penuh penyesalan.
Tania hanya tertunduk sedih. Namun sebagai seorang dokter mewajibkan papa untuk membantu menyelamatkan nyawa pasien-pasiennya.
Mang Udin, memutar arah. Mengantarkan papa terlebih dahulu ke rumah sakit, tempat papa bekerja.
Sebelum turun dari mobil, sekali lagi papa meminta maaf sambil mengecup kening lalu memeluk putri kesayangannya tersebut. Setelah berpamitan dengan papa, akhirnya Tania dan mama melanjutkan perjalanan menuju bandara.
Tania menghabiskan sisa libur bersama mama di pantai sambil menikmati hangatnya mentari. Tak terasa waktu berlibur sudah selesai. Tania harus kembali ke sekolah. Banyak kenangan indah di Pulau Belitung. Namun sebenarnya kurang lengkap karena ketidakhadiran papa.

Senin pagi …
Kelas Tania sudah ramai dengan suara riuh penghuni kelas tersebut. Mereka saling berebut untuk menceritakan pengalaman liburan masing-masing. Namun di sudut ruangan, terdapat satu wajah suram. Marta tampak sedih. Tania menghampiri sahabatnya tersebut. Tania baru tahu, kalau Marta tidak jadi berangkat berlibur ke Disneyland. Karena tiba-tiba saja, kakek Marta mengalami sakit yang membuatnya harus di operasi.
“Nyaris saja nyawa kakek tidak tertolong. Untung saja ada dokter baik hati yang mau mengorbankan waktu cutinya untuk tetap bekerja” cerita Marta.
Tania tiba-tiba teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Hampir sama dengan kejadian yang dialami oleh papanya.
“Dokter Handoko nama dokter tersebut” Marta melanjutkan ceritanya dengan penuh haru.
“Dokter Handoko?” tanya Tania.
“Iya. Keluarga kami sangat berterima kasih telah dibantu” lanjut Marta.
Marta tak perlu tahu siapa sebenarnya dokter Handoko.  Namun yang pasti saat ini dalam hati Tania terselip rasa bangga yang luar biasa karena telah memiliki papa yang hebat. Andai saja  waktu itu papa memutuskan untuk tetap berangkat liburan. Tania tak sanggup membayangkan bagaimana kesedihan keluarga Marta yang berduka atas kepergian kakeknya.
“Terima kasih Tuhan atas pemberianMu, papa dan mama yang luar biasa” bisik Tania mengucap syukur.



Yippee!!!
rOMa Pakpahan 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)