14 Mei 2017

Masih Adakah Budaya Antri di Negeriku?

Masih Adakah Budaya Antri di Negeriku? Satu pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang dalam pikiran saya. Kejadian-kejadian yang saya alami beberapa hari ini mendorong saya untuk curhat di blog menuangkannya dalam bentuk tulisan. Maka jadilah postingan ini. Menurut pengalaman saya, sepertinya budaya antri sudah semakin jauuuh dari kehidupan sehari-hari sebagian masyakarat Indonesia. Sebagian, artinya gak semua yaaak. Masih ada kok penganut setia budaya antri. Iya. Ada saya, kamu, kamu, dan kamu. Ya kaaaaan? ^^


Ceritanya, beberapa hari yang lalu, saya hendak mengisi bahan bakar motor di sebuah SPBU dekat rumah. Saya sudah mengantri di jalur khusus kendaraan roda dua. Awalnya antrian berjalan dengan normal. Dan tibalah giliran saya. Namun ketika saya sedang mendorong motor untuk maju, secara tiba-tiba muncul seorang bapak yang gak tau dari mana datangnya menyerobot masuk barisan. Eh, tanpa rasa bersalah, bapak itu tetap berada di depan meski saya mengatakan, “Pak, tolong antri dong”. Si bapak tetap cuek atau mungkin memang gak dengar suara saya yang dikalahkan suara kendaraan-kendaraan yang ramai berlalu lalang. “Ya, sudahlah, mungkin bapak itu buru-buru”, kata saya dalam hati. Yang muda yang mengalah *elus dada* ^_^

Di lain kesempatan, saya pergi ke sebuah tempat layanan publik untuk mengurus sesuatu. Ketika saya masuk, dari 2 loket yang tersedia, keduanya sudah ada orang yang sedang dilayani. Saya pun menuju kursi tunggu (gak tersedia nomor antrian), duduk sambil menunggu giliran tiba. Selang beberapa menit, masuk seorang ibu yang tiba-tiba langsung menuju loket dan berdiri di sana. Tak lama kemudian orang yang di depan saya sudah selesai dengan urusannya. Saya pun berdiri karena merasa sekarang giliran saya. Tapi betapa kecewanya saya, si ibu yang nyelonong itu justru duluan dilayani padahal petugasnya tadi sempat melihat ketika saya masuk. Harusnya petugas tersebut bisa bersikap adil. Siapa yang duluan datang, duluan dilayani. Etapi kali ini saya memilih diam aja deh. Serem liat tampang si ibu yang super jutek. BHAHAHA. Gak mau diserobot lagi, saya pun ikutan berdiri di samping si ibu tadi. Mungkin begitu caranya antri di tempat ini ^^

Memang ada baiknya di tempat-tempat layanan umum seperti bank, pegadaian, loket pembayaran PLN atau yang lainnya, diberikan nomor antrian supaya gak ada kejadian main serobot. Mau ini itu jadinya lebih tertib dan nyaman. Setujuuuuu??? 

Kejadian yang saya ceritakan ini, hanya sebagian contoh yang masih segar dalam ingatan saya. Masih banyak kejadian lain. Tau gak sih, sebenarnya mengantri merupakan hal sederhana dan gak sulit untuk dilakukan kok. Namun kenyataannya justru banyak orang yang “malas” untuk mengantri. Buru-buru, adalah alasan paling klasik kenapa orang enggan untuk mengantri. Gini loh, idealnya jika seseorang pingin lebih dulu dilayani, maka datanglah lebih awal. Bukannya datang belakangan tetapi pingin dilayani duluan.
  
Saya terkadang merasa “iri” kepada negara-negara lain, terutama Jepang yang memiliki tingkat kedisiplinannya yang sangat tinggi. Enak, segala sesuatu bisa berjalan dengan tertib dan teratur. Bukan, bukan saya gak sayang dengan bangsa sendiri. Justru saya merasa miris dengan keadaan ini. Ke mana perginya budaya antri yang selama ini telah ditanamkan sejak di bangku Sekolah Dasar atau bahkan ketika di Taman Kanak – Kanak dulu? Saya masih ingat, saya dan teman-teman harus berbaris rapi terlebih dahulu sebelum masuk kelas. Dan seingat saya, itulah pertama kalinya saya diajarkan mengenai budaya mengantri yang tentunya itu akan menjadi bekal dalam sepanjang hidup saya. Iya, budaya antri akan selalu hadir dalam kegiatan keseharian kita. Contoh sederhana aja, membayar belanjaan di kasir atau saat pingin menggunakan toilet umum.

Apakah setelah kita dewasa, budaya mengantri justru semakin terkikis? Apakah budaya antri hanya diajarkan kepada anak tanpa ada kesadaran dari orang tua untuk memberi contoh tindakan nyata. Percuma menasehati anak hingga berbusa-busa tetapi orang tuanya saja malas untuk mengantri.

Coba bayangkan, betapa kacau balau negeri ini jika warganya bertindak semaunya sendiri. Gak ada salahnya untuk menanamkan budaya antri mulai dari diri sendiri. Perubahan hanya bisa terjadi jika masing-masing individu mempunyai kesadaran dan mau untuk berubah. Hei, disiplin itu gaya hidup, gak hanya sekedar kepatuhan pada aturan semata. #AntriYuk untuk Indonesia lebih baik ^O^ 

Bebek aja bisa antri, masa kamu gak? *kedipin mata, ting!*



Salam,
~RP~

2 komentar:

  1. aku jg ngerasa ngenes mba ama disiplin orang2 kita ini :(... gimana sih ngajarinnya biar bisa sadar yaa... anakku aku tekanin bgt budaya antri itu. terserah deh dia telat tau ttg membaca, berhitung menulis... tapi di umur 3 thn aku udh ajarin ttg pentingnya antri sama dia... kemarin pas kita di jepang, aku tunjukin juga gmn anak2 jepang itu mengantri saat masuk ke museum, belanja, bayar barang ato apapun... dari situ aku pgn anakku tau, budaya antri di negara2 maju itu seperti apa... :) ..jgn sampe dia tumbuh jd anak yg ga tau aturan ttg antri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepele sih ya, mbak. Tapi kalo orang2 pada serobot sana serobot sini yang ada kacau balau. Di jalan raya misalnya.
      Budaya antri susah diterapin mungkin karena salah nerjemahin kalimat "orang muda harus hormati orang yang lebih tua". Ngerasa usianya lebih tua, jadinya apa2 pingin duluan. Beda ya kalo usianya udah renta. Itu emang wajib kita dahuluin lah.
      Bersyukur ponakanku yang umur 7 tahun udah "pinter" ngantri. Malah dia pernah ngingetin aku untuk ngantri waktu beli makan di sebuah food court #ProudOfYouEnold.*kok jadi panjang gini ceritanya* 😂😂😂

      Hapus

terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)