17 Feb 2016

Secercah Cahaya




 Rumah yang biasanya damai dan penuh canda tawa. Kini tiba-tiba saja berubah. Ada seorang anak perempuan di rumah itu, Lusi namanya. Ia tak siap berhadapan dengan perubahan itu. Membuatnya tidak lagi betah di rumah. Muak rasanya setiap hari disuguhkan pertengkaran papa dan mama. Gamang. Kehilangan sandaran hidup. Bak sebuah balok kecil yang terombang ambing di tengah lautan luas.

Lusi berusaha menghibur diri. Ia mencoba memutar kembali kenangan indah dulu. Saat dimana kehidupannya berlimpah kasih sayang. Air matanya tak terbendung lagi. Mengalir seperti anak sungai.

Tak tahu kapan tepatnya terjadi perubahan ini. Yang Lusi tahu, papa sekarang lebih banyak berada di rumah. Dan tidak pernah lagi terlihat papa berpakaian seragam kerja. Sedangkan mama setiap hari pulang malam. Bahkan tak jarang mama pulang dalam keadaan mabuk, diantar oleh laki-laki yang berbeda. Selalu terjadi adu mulut yang sengit antara papa dan mama. Lusi sampai hapal benar kata-kata yang terlontar dari bibir mama.
“Dasar laki-laki tak tahu diuntung. Istri pulang kerja bukannya disambut, justru pasang wajah masam.” Suara mama terdengar menantang.
“…” Tak tersengar suara papa. Rupanya papa memilih untuk diam.
“Kamu pikir, aku tidak tersiksa? Aku jijik melakukan pekerjaan kotor ini. Hah!” terdengar isak tangis mama di sela-sela kemarahannya.

Lusi seorang anak perempuan yang tak mampu berbuat apa-apa, kala kebahagian masa kecilnya terenggut oleh faktor ekonomi. Papa termasuk dalam deretan nama karyawan yang di PHK, akibat perampingan tenaga kerja di perusahaan tempatnya bekerja.

Tahun pun berlalu…

Lusi telah tumbuh menjadi seorang perempuan cantik. Dengan alasan terdorong himpitan ekonomi, ia rela melepas keperawannya pada pria hidung belang di usia yang masih sangat belia. Lusi tak berdaya. Hingga muncul sosok Wawan. Lelaki yang mampu mencinta dengan tulus. Bersedia menerima segala kekurangannya. Lelaki itu mengangkatnya dari jurang kegelapan dan membawa secercah sinar yang telah lama hilang dari kehidupan Lusi. Bersama lelaki itu, Lusi berani menatap masa depan.    




Yippee!!!
rOMa Pakpahan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)