26 Feb 2016

Tanda Tanya



Di usia yang hampir menginjak 30 tahun, Dini masih memilih untuk tetap sendiri. Be single lady. Tak ada yang kurang dari dirinya. Paras cantik. Karir bagus. Bukan tidak ada pria yang tertarik padanya. Tetapi Dini yang belum siap untuk menikah.

“Mau sampai kapan kamu akan seperti ini?” tanya Eli suatu ketika.
“…”
“Ingat umur, Din.”
“…”
Percakapan pun berhenti sampai di situ. Tak pernah ada akhirnya. Menggantung. Dini sadar Eli tidak bermaksud memojokkannya. Justru sebaliknya. Eli menyayanginya.

Eli, sahabatnya sudah menyandang gelar nyonya sejak empat tahun lalu. Pernikahan Eli dan Tomi bahagia. Mereka telah dikarunia seorang putri kecil yang menyempurnakan kebahagiaan keluarga kecil itu. Eli selalu bercerita hari-hari indah menjalani perannya sebagai istri dan ibu. Terselip rasa sedih saat menyaksikan Eli menimang putrinya. Hati kecil Dini terusik.

Hari-hari Dini berjalan seperti biasa. Tak ada yang istimewa. Dini larut dalam pekerjaan kantor yang tidak ada hentinya. Tumpukan laporan lah tempat pelariannya dari pertanyaan-pertanyaan seputar pasangan hidup. Dini sengaja menyibukkan diri. Tidak hanya sekali Dini mendengar suara-suara sumbang yang ditujukan pada dirinya. Dini tak peduli.

Siang itu, Dini sedang menikmati makan siang. Seorang diri. Ponselnya berdering.

“Selamat siang, bu manager,” terdengar suara di seberang sana. Suara yang tidak asing lagi di telinga Dini. Suara renyah itu milik Arya. Mereka terlibat dalam obrolan yang menyenangkan. Dini belajar membuka hatinya bagi Arya. Laki-laki yang entah sudah berapa kali mengutarakan isi hatinya. Dan entah sudah berapa kali pula Dini menolak. Sepertinya Arya bukanlah tipe laki-laki yang mudah menyerah. Perjuangan Arya begitu luar biasa untuk memenangkan hati Dini. Beberapa bulan kemudian, akhirnya Dini melunakkan egonya. Ia pun menerima cinta Arya. Dan mereka resmi berpacaran. Semua senang mendengar kabar bahagia itu. Termasuk Eli.

Malam itu, kencan pertama Dini. Arya telah menyiapkan makan malam super romantis.
“Makasih Arya. Aku senang banget. Kamu memperlakukanku layaknya seorang putri. So sweet.” Mata Dini berbinar.
“Kamu pantas mendapatkannya. Aku sayang kamu. Aku berjanji akan selalu membahagiakan kamu.” Arya melingkarkan cincin bertatah berlian di jari Dini. Terpancar kebahagiaan di wajah Dini. Sepertinya ia siap untuk melepas masa lajangnya.

Di kamar, Dini masih belum bisa memejamkan mata. Hatinya terlalu bahagia. Dini mengamati cincin pemberian Arya. Dini terperanjat melihat inisial yang terukir di cincin itu. MR. Sedangkan insial namanya DK.     



Yippee!!!
rOMa Pakpahan           

2 komentar:

terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)